PalmCo, Subholding Holding Perkebunan PTPN III (Persero), Rawat Warisan Sejarah dan Budaya Perkebunan Indonesia

 


MEDAN — Peringatan Bulan Kebudayaan Nasional setiap Oktober tidak hanya menjadi ajang refleksi atas seni dan tradisi, tetapi juga momentum untuk meneguhkan kembali jati diri bangsa melalui pelestarian warisan sejarah. Holding Perkebunan PTPN III (Persero) melalui Subholding PT Perkebunan Nusantara IV (PalmCo) mengambil bagian penting dalam upaya ini dengan menjaga dan merawat aset-aset sejarah yang menjadi saksi perjalanan panjang industri perkebunan Indonesia.

Di balik megahnya kebun kelapa sawit yang menjadi urat nadi ekonomi nasional, PalmCo menyimpan kekayaan budaya dan sejarah yang masih hidup. Dari gedung tua peninggalan Belanda, kebun berusia lebih dari seabad, hingga pabrik teh yang masih mengepul di lereng gunung, semuanya menjadi bagian dari narasi besar bangsa dalam membangun kemandirian ekonomi berbasis perkebunan.

Sejarah panjang BUMN perkebunan dimulai pada tahun 1958, ketika pemerintah Indonesia menasionalisasi seluruh aset perusahaan perkebunan Belanda berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958. Dari proses ini lahirlah Perseroan Perkebunan Negara (PPN) yang menjadi cikal bakal perusahaan-perusahaan perkebunan milik negara. Pada 1968, PPN bertransformasi menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), dan kemudian menjadi PT Perkebunan (Persero) pada 1974. Reformasi besar terjadi pada 1996 dengan penggabungan sejumlah PTP menjadi PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) yang berkantor pusat di Medan.

Sejak saat itu, PTPN IV menjadi salah satu pemain utama dalam industri kelapa sawit dan teh di Indonesia, dengan kebun-kebun yang tersebar di Sumatera Utara dan daerah pegunungan seperti Bah Butong serta Tobasari.

Langkah transformasi berlanjut pada 2014–2015, ketika Kementerian BUMN menunjuk PTPN III (Persero) sebagai induk Holding Perkebunan Nusantara guna memperkuat daya saing dan efisiensi seluruh entitas perkebunan negara. Puncak perubahan terjadi pada 2022–2023 saat dibentuk Subholding PalmCo, hasil konsolidasi enam PTPN (IV, V, VI, VII, XIII, dan XIV). Dalam struktur baru ini, PTPN IV dipercaya menjadi induk PalmCo, membawa visi menjadi perusahaan kelapa sawit terbesar di dunia dengan lahan lebih dari 600 ribu hektare.

Namun, di balik modernisasi dan inovasi, PalmCo tidak melupakan akar sejarahnya. Sejumlah aset peninggalan masa kolonial masih berdiri kokoh dan produktif hingga kini.

Di pusat Kota Medan, berdiri megah Gedung Kantor PTPN IV Regional II yang berarsitektur kolonial. Gedung ini tidak hanya berfungsi sebagai kantor administrasi, tetapi juga menjadi cagar budaya yang memancarkan semangat masa lalu. Bangunan tersebut kerap digunakan sebagai sarana edukasi dalam program Siswa Mengenal Nusantara (SMN), memperkenalkan generasi muda pada sejarah industri perkebunan nasional.

Sekitar dua jam perjalanan dari Medan, terdapat Kebun Pulu Raja di Kabupaten Asahan, salah satu kebun tertua di Indonesia yang sudah eksis sejak masa VOC. Hingga kini, kebun tersebut tetap produktif dengan hasil tandan buah segar mencapai 32 ton per hektare. Kebun ini menjadi contoh nyata bagaimana warisan kolonial mampu beradaptasi dengan teknologi modern dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

PalmCo juga memiliki sejumlah unit bersejarah lainnya, seperti Kebun Ophir di Sumatera Barat dan Unit Bekri di Lampung, yang sama-sama menyimpan jejak panjang sejarah kolonial. Di Ophir, pabrik pengolahan sawit tua yang dibangun awal abad ke-20 masih beroperasi, lengkap dengan rumah dinas bergaya kolonial yang terawat baik. Sementara di Bekri, peninggalan sejarah tersebut kini bertransformasi menjadi perkebunan modern yang mendukung pengembangan energi terbarukan berbasis biomassa.

Ikon Wisata Sejarah dan Agroindustri

Tak kalah menarik, di ketinggian 1.400 meter di kaki Gunung Kerinci, Jambi, berdiri Pabrik Teh Kayu Aro, pabrik teh tertua kedua di dunia yang masih beroperasi hingga kini. Didirikan pada 1925 oleh Belanda, pabrik ini memproduksi teh hitam premium yang dulu menjadi teh favorit Ratu Elizabeth II. Kini, selain berfungsi sebagai pabrik, Kayu Aro juga menjadi ikon wisata sejarah dan agroindustri yang setiap tahun menarik ribuan wisatawan domestik dan mancanegara.

Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko K. Santosa menegaskan, warisan sejarah perkebunan merupakan bagian penting dari identitas perusahaan. “Aset-aset bersejarah ini bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi bagian dari perjalanan bangsa membangun ekonomi berbasis perkebunan. Kami berkomitmen untuk menjaga, merawat, dan memanfaatkannya sebagai sumber edukasi dan kebanggaan nasional,” ujarnya.

Menurut Jatmiko, pelestarian situs dan bangunan bersejarah bukan hanya bentuk tanggung jawab moral, tetapi juga bagian dari strategi keberlanjutan perusahaan. “Kami ingin memastikan bahwa kemajuan tidak harus menghapus masa lalu. Justru, penghormatan terhadap sejarah menjadi fondasi untuk melangkah lebih kuat ke masa depan,” tambahnya.

Pada momentum Bulan Kebudayaan Nasional, Holding Perkebunan PTPN III (Persero) dan PalmCo menegaskan kembali komitmennya menjaga jejak sejarah perkebunan Indonesia sebagai warisan budaya industri yang tak ternilai. Bahwa kebudayaan bangsa bukan hanya tercermin dari seni dan tradisi, tetapi juga dari etos kerja, ketekunan, dan inovasi yang lahir dari perjalanan panjang para pelaku perkebunan Indonesia sejak lebih dari seabad lalu.

 

 

 

 

Keterangan Lebih Lanjut:

Holding Perkebunan Nusantara

PT Perkebunan Nusantara III (Persero)

Telp: +6221 29183300

Ponsel: +6281370835057

email : sekretariat@holding-perkebunan.com

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Komitmen Keberlanjutan Standar Internasional, PTPN IV Regional III 100 Persen RSPO

Dewan Komisaris PTPN I Laksanakan Kunjungan Kerja ke PTPN I Regional 3

PalmCo Hadirkan Solusi Transformasi Industri Sawit, Holding Perkebunan Nusantara Siap Jawab Tantangan Masa Depan